Sabtu, 14 April 2012

NTB TAK HANYA "GUDANG" BURUH PERKEBUNAN SAWIT

  
       Predikat sebagai "gudang" pembantu dan buruh perkebunan agaknya lekat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat, karena tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di luar negeri sebagai pekerja perkebunan dan pembantu rumah tangga (pramuwisma) berasal dari daerah ini.
       Tenaga kerja Indonesia (TKI) mendominasi pekerja perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan pembantu rumah tangga atau pramuwisma di Arab Saudi sebagian besar berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB).
        Kualitas tenaga kerja Indonesia asal NTB yang ditempatkan di berbagai negara selama ini juga relatif rendah, yakni hanya lulusan sekolah dasar (SD) dan paling tinggi "jebolan" sekolah menengah pertama (SMP). Dan mereka hanya menjadi pekerja kasar, seperti pembantu rumah tangga (PRT) dan buruh perkebunan.
        Memang tak terbantahkan TKI asal NTB didominasi lulusan SD dan terbanyak bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan menjadi PRT di Arab Saudi dan negara-negara timur tengah lainnya.
        Dari 58.230 orang TKI NTB yang ditempatkan di 16 negara pada 2011, sekitar 94 persen atau sebanyak 54.714 orang adalah lulusan SD. Dari 58.230 orang TKI itu yang menjadi pekerja ladang mencapai 42.853 orang dan 13.398 menjadi pembantu.
        Namun menurut Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram dan Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTB anggapan itu tidak sepenuhnya benar.
        Kepala BP3TKI Mataram Syahrum SE mengatakan, Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak hanya mampu mengirim tenaga kerja untuk menjadi pembantu rumah tangga atau buruh perkebunan di luar negeri.
       "Anggapan bahwa NTB hanya mampu menempatkan pembantu rumah tangga (PRT) di Arab Saudi atau buruh perkebunan di Malaysia itu tidak sepenuhnya benar. Kita mampu menempatkan tenaga kerja berkualitas yang berijazah diploma (D3), bahkan sarjana kalau memang ada permintaan," katanya.
        Memang benar selama ini TKI asal NTB terbanyak menjadi pekerja di perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan pramuwisma atau PRT di Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya, karena permintaan untuk sektor itu paling banyak.
       Menurut Syahrum, kalau seandainya dari luar negeri banyak yang meminta tenaga kerja berkualifikasi diploma atau sarjana, NTB akan mampu menyiapkan. Di NTB banyak calon TKI yang berijazah diploma maupun sarjana, namun selama ini permintaan dari luar negeri relatif terbatas.
        Salah satu bukti bahwa NTB mampu menyiapkan calon TKI yang berkualitas adalah ketika Republik Demokratik Timor Leste membutuhkan tenaga bidan. Dari 10 orang bidan yang dibutuhkan, NTB mampu memenuhi 50 persen atau sebanyak lima orang, sisanya masing-masing satu orang dari provinsi lain di Indonesia.
         "Sebenarnya NTB mampu menempatkan tenaga kerja berkualitas, ini terbukti dari 10 bidan yang  ditempatkan di Timor Leste, sebanyak lima diantaranya berasal dari Kabupaten Lombok Tengah (NTB), sisanya masing-masing satu orang dari  provinsi lain di Indonesia," ujarnya.
        Lima dari 10 bidan asal NTB yang di tempatkan Timor Leste itu adalah Dina Mariana, Kurnia Winanti, Eka Wiwik Mashuri, Is Andriana Ningsih dan Reni Anggraeni. Lima lainnya  Netty Herawati Purba (asal Sumut), Ayu Handayani (Riau), Leni Maryana (DKI Jakarta), Suwi'in (Jawa Timur) dan  Alwati (Jawa Tengah).
         Syahrum mengatakan, kalau ada permintaan tenaga bidan atau perawat dari luar negeri termasuk dari Timor Leste atau negara lainnya, NTB  mampu menyiapkan karena di daerah ini masih cukup banyak tersedia calon TKI yang berkualitas.
       Tanggapan serupa juga disampaikan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Jasa tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTB yang menyatakan daerahnya  mampu menyiapkan TKI berkualitas yang berijazah,  SMA dan bahkan sarjana.
       Ketua DPD Apjati NTB H MUazim Akbar mengatakan, tudingan bahwa daerahnya hanya mampu menyiapkan calon tenaga kerja sekelas buruh dan pembantu rumah tangga, tidak sepenuhnya benar.
       "Kalaupun selama ini NTB banyak menempatkan TKI di sektor ladang atau perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan pembantu rumah tangga PRT di Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya, itu karena permintaan untuk sektor tersebut memang paling banyak," ujarnya.
       Ia mengatakan, selama ini yang terbanyak adalah permintaan tenaga kerja untuk sektor perkebunan kelapa sawit dan PRT, sehingga yang   terbanyak dikirim adalah buruh perkebunan dan pembantu yang umumnya berijazah paling tinggi sekolah menengah pertama (SLTP), bahkan banyak yang SD.
       Menurut Muazim, kalau seandainya banyak permintaan calon TKI berkualitas dan berijazah SMA, diploma, bahkan sarjana sebenarnya NTB mampu menyiapkan. Karena itu tudingan bahwa NTB hanya mampu menyiapkan calon tenaga kerja berijazah SD dan SMP itu tidak sepenuhnya benar.
       "Mengenai adanya permintaan tenaga perawat. bukannya kita tidak mampu memenuhi, tetapi di NTB masih terbuka luas peluang kerja untuk sektor itu, karena ini masih cukup banyak puskesmas dan rumah sakit yang membutuhkan perawat termasuk bidan," kata Muazim.
       Dia mengatakan, kalau peluang kerja masih tersedia di daerah sendiri terutama menjadi pegawai negeri sipil, calon tenaga kerja tidak akan tertarik untuk bekerja di luar negeri kendati gajinya jauh lebih banyak.
      Menurut data dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram sebanyak 54.714 orang atau sekitar 94 persen dari 58.230 orang TKI asal NTB yang di tempatkan di luar negeri selama 2011 hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).
      Sementara lulusan SMP/sederajat sebanyak 2.812 orang dan lulusan SMA/sederajat sebanyak 702 orang, sedangkan lulusan diploma (D1) dan S1 hanya masing-masing satu orang.
        
        Perbaikan kualitas  
     Pemerintah Indonesia memang menargetkan perbaikan kualitas pendidikan tenaga kerja sehingga pada tahun 2012 angka tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar (SD) yang bekerja di luar negeri bisa dipangkas menjadi 25 persen dari angka 49,53 persen yang ada sekarang.

     "Pemerintah mengupayakan agar pada tahun 2012 para tenaga kerja pada tingkat sekolah dasar bisa turun hingga 25 persen dari yang saat ini masih 49,53 persen dari angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2011 sebanyak 119,4 juta orang," ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar.
      Target itu akan dicapai lewat kerja sama dua kementerian yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
       Diharapkan kerja sama antara kedua kementerian itu akan dapat mengubah komposisi tenaga kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD)   menurun menjadi 25 persen pada tahun 2012, sedangkan tenaga kerja sekolah menengah naik menjadi 20 persen.
       Dalam kaitan itu Menakertrans  telah bertemu dengan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh untuk membahas pengembangan kerja sama perbaikan kualitas tenaga kerja lulusan sekolah dasar dan memperbanyak pekerja di lulusan diploma dan sarjana.
        Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)  Februari 2011 tercatat mayoritas tenaga kerja adalah lulusan sekolah dasar (SD) ke bawah hingga sebanyak 55,1 juta orang (49,53 persen) dan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 16,35 juta orang.
       Sedangkan pekerja lulusan Diploma sebanyak 3,3 Juta (2,98 persen) dan pekerja pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,5 juta orang (4,98 persen).
        Muhaimin menyebutkan strategi yang harusnya dilakukan dunia pendidikan dalam mengatasi tantangan dunia kerja diantaranya adalah membangun kompetensi individu, sosial dan profesi.
        "Membangun kompetensi individu itu seperti memiliki kompetensi fisik dan mental yang unggul, sedangkan membangun kompetensi sosial dengan membangun jejaring nasional dan internasional, serta membangun kompetensi profesi dengan menguasai bidang profesi tertentu sesuai standar kompetensi," paparnya.
        Sementara itu, untuk calon tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri, pemerintah juga mengupayakan untuk adanya peningkatan pendidikan bekerjasama dengan universitas terbuka setempat.
       "Salah satu cara meningkatkan kualitas TKI, pemerintah bekerja sama dengan Universitas Terbuka mengadakan jenjang perkuliahan bagi TKI, seperti proses pendidikan di Arab Saudi, Hong Kong, Malaysia dan Korea Selatan," katanya.
        Sejatinya kualitas tenaga kerja memang harus ditingkatkan termasuk di NTB agar TKI yang dikirim ke luar negeri tidak hanya sebatas pramuwisma dan buruh perkebunan. (*)


0 komentar:

Posting Komentar